Cara Kerja Radio
Arus listrik
yang mengalir pada kawat dapat membuat arah jarum kompas menyimpang.
Fenomena yang diungkap oleh Hans Christian Oersted ini merupakan
pertanda bahwa arus listrik menghasilkan magnet. Dan terbukti benar
bahwa magnet bisa dihasilkan dari arus listrik. Dua buah kumparan
yang dialiri arus listrik akan saling tarik menarik layaknya dua
batang magnit.

Sebaliknya,
bila sebatang magnit digerakkan di dekat kumparan maka listrik akan
dihasilkan oleh kumparan itu. Semakin dekat batang magnet itu ke
kumparan akan semakin besar pula arus listrik yang dihasilkan. Tetapi
sedekat apapun batang magnet itu ke kumparan, tak akan ada arus
listrik dihasilkan bila batang magnit itu diam. Kesimpulannya, listrik
menghasilkan magnit dan magnit menghasilkan listrik. Tetapi hanya
magnit yang berubah saja yang mampu menghasilkan listrik.

Gambar
generator listrik sederhana. Batang magnit yang diputar ditengah
kumparan akan menghasilkan listrik. Tetapi
bila batang magnit itu diam (tidak bergerak) tidak akan ada listrik
yang dihasilkan.
Mengubah besarnya (medan) magnit dapat dilakukan secara mekanik, misalnya dengan memutarnya. Batang magnit yang diletakkan ditengah kumparan diputar agar medan magnit yang melintasi kumparan itu berubah, sehingga kumparan akan menghasilkan listrik. Prinsip dasar inilah yang diterapkan pada generator / pembangkit listrik, yaitu mesin yang mengubah energi gerak menjadi energi listrik.
Mengubah besarnya
(medan) magnet juga dapat dilakukan secara elektronik, yaitu dengan
mengalirkan arus listrik (yang berubah) ke dalam sebuah kawat. Misalkan
kawat ini kita sebut konduktor A. Nah ketika dialiri arus listrik
(yang berubah) maka kunduktor A ini akan menghasilkan medan magnet
yang berubah. Medan magnet yang berubah ini dapat menginduksi konduktor
lain, misalkan konduktor B. Konduktor B yang terinduksi oleh medan
magnet (yang berubah) ini akan menghasilkan arus listrik walaupun
antara konduktor A dan B itu terpisah oleh jarak.
Jadi, konduktor
B dapat menghasilkan arus listrik karena konduktor A dialiri arus
listrik (yang berubah). Prinsip indukasi elektromagnetik inilah
yang digunakan pada transformator (trafo). Konduktor B kemudian
disebut kumparan sekunder dan konduktor A disebut kumparan primer.
Kumparan sekunder tidak akan menghasilkan arus listrik bila kumparan
primer dialiri arus searah (DC).
Pada trafo jarak
antara konduktor A dengan B harus dibuat sangat dekat, bahkan kumparan
sekunder sering dibuat menyatu dengan kumparan primer melingkari
besi inti. Tujuannya adalah untuk mendapatkan transfer daya yang
paling maksimum. Berbeda dengan trafo, komunikasi radio justru menghendaki
agar jarak antara konduktor A dan konduktor B itu saling berjauhan.
Konsekuensinya, banyak energi yang hilang di antara kedua konduktor.
Dalam hal ini, daya pancar terpaksa harus dikorbankan, tetapi jarak
jangkau yang makin jauh diperoleh sebagai gantinya.

Gambar prinsip
kerja (a) Trafo (b) Radio
Konduktor A
yang dialiri arus listrik (yang berubah) dapat menginduksi konduktor
B yang terpisah jauh oleh jarak. Walaupun daya yang diterima oleh
konduktor B sangat lemah, tetapi satu hal yang pasti adalah bahwa
perubahan arus listrik yang dihasilkan oleh konduktor B akan selalu
sama dengan perubahan arus listrik yang terjadi di konduktor A.
Ini merupakan satu hal yang paling penting dalam komunikasi radio,
yaitu sinyal yang diterima haruslah sama dengan yang dipancarkan.
Bila tidak, tentu akan terjadi miss communication. Sementara itu
masalah lemahnya sinyal di penerima bisa diatasi dengan cara misalnya:
menambah daya pancar atau menambah gain antena.
Arus listrik
yang berubah menghasilkan medan magnit yang berubah. Medan magnit
yang berubah menghasilkan medan listrik yang berubah. Medan listrik
yang berubah menghasilkan medan magnit yang berubah. Demikian seterusnya
hingga medan listrik dan medan magnit itu menyebar kesegala arah.
Fenomena ini sebenarnya adalah sebuah hukum alam yang sederhana.
Sama halnya dengan benda yang dilempar dan kemudian jatuh ke tanah.
Demikian pula dengan listrik-magnit. Bila ada arus listrik yang
berubah pasti akan terpancar gelombang elektromagnetik yang menyebar
kesegala arah.
Berdasarkan
hukum alam ini maka di satu tempat kita dapat membuat arus listrik
yang berubah (untuk membangkitkan gelombang elektromagnetik) dan
kemudian menangkapnya kembali di tempat lain (perhatikan ilustrasi
pada gambar (b) di atas. Inilah prinsip dasar dari sistem komunikasi
radio. Pemancar mengubah energi listrik menjadi radiasi gelombang
elektromagnetik, sedangkan pesawat penerima mengubah radiasi itu
dan menjadikannya energi listrik kembali.
Membuat arus
listrik yang berubah di pemancar sangat sederhana dan mudah. Yang
dibutuhkan hanyalah sebuah osilator. Arus bolak balik yang dihasilkan
osilator lalu dihubungkan ke sebuah konduktor A sebagai antena.
Tujuannya agar konduktor A ini dialiri arus bolak-balik. Akibatnya
konduktor A akan menghasilkan medan magnit yang berubah. Medan magnet
yang berubah ini kemudian akan menghasilkan medan listrik yang berubah,
dan medan listrik berubah akan menghasilkan medan magnet yang berubah,
demikian seterusnya hingga terpancarlah gelombang elektromagnetik
yang menyebar ke segala arah. Hingga di suatu tempat nanti, radiasi
gelombang ini menginduksi sebuah antena penerima.
Ketika ditabrak
oleh gelombang elektromagnetik maka antena penerima akan terinduksi
(oleh medan magnet yang berubah). Akibatnya antena akan menghasilkan
arus listrik dimana arus listrik ini akan berubah-ubah sesuai perubahan
medan magnit yang diterimanya. Ini berarti antena penerima berhasil
menangkap sinyal yang berasal dari pemancar, dan sinyal yang diterima
itu bentuknya sama persis dengan sinyal osilator yang ada di pemancar.
Sinyal yang
diterima itu hanya berupa sinyal bolak-balik saja, dimana di dalamnya
tidak mengandung informasi sama sekali. Sinyal seperti ini sering
disebut dengan sinyal pembawa (carrier). Tanpa informasi di dalamnya,
sistem komunikasi menjadi tidak berarti. Oleh karena itu harus diupayakan
sedemikian rupa agar sinyal pembawa ini harus bisa membawa informasi.
Upaya ini kemudian disebut dengan teknik modulasi.
Prinsip kerja radio mono

Fungsi masing-masing bagian blok sebagai berikut:
- Antena: Menangkap gelombang elektromagnetik dari stasiun pemancar radio.
- Penala (Tuning): memilih sinyal dari stansiun pemancar (FRF) yang diinginkan dengan cara membuat suatu rangkaian resonator yang frekuensi resonansinya dapat diubah-ubah (digeser). Daerah kerja penala tergantung dari frekuensi yang akan diterima dan menurut aturan internasional FM = 88 – 108 MHz.
- Penguat RF (RF Amplifier) : menguatkan sinyal RF dari stasiun pemancar yang telah ditala oleh penala (tuning).
- Pencampur (Mixer) : mencampur sinyal yang diterima dari penala yang telah dikuatkan RF Amp. dengan sinyal dari oscilator. Output pencampur mempunyai keluaran yang kompleks karena terdiri dari banyak frekuensi, namun karena ditala oleh pada frekeunsi IF maka diperoleh sinyal dengan frekuensi IF = 10,7 MHz.
- Osilator Lokal (Local Osc.) : membangkitkan gelombang listrik kontinyu dengan frekuensi tertentu. Frekuensi oscillator lokal untuk FM berkisar dari 98,7 MHz – 118,7 MHz karena Band Width untuk spektrum frekuensi FM Broadcasting (88 MHz – 108 MHz) + Frekuensi IF FM 10,7 MHz.
- Penguat IF (IF Amp.) : menguatkan sinyal frekuensi antara (FIF = 10,7 MHz) hasil keluaran dari pencampur. Penguat IF sangat penting karena kekuatan sinyal mengalamai pengurangan selama proses pencampuran (mixing) sehingga sinyal IF perlu dikuatkan kembali untuk mengembalikan sensitivitas dari penerima.
- Limitter : rangkaian yang mempunyai amplitudo output yang konstan untuk semua input yang melebihi level tertentu dengan tujuan menghilangkan noise pada penerima FM. Rangkaian limitter bekerja dengan sistem membatasi/memotong amplitudo yang menyebabkan noise.
- Discriminator = FM Detector : berfungsi memungut kembali informasi dari frekuensi tinggi pembawanya. Discriminator dapat juga disebut FM detektor. Dapat juga di definisikan sebagai rangkaian yang merubah variasi frekuensi atau variasi fasa menjadi variasi amplitudo.
- Deemphasis Network: berfungsi mengembalikan frekuensi tinggi dari intelejen frekuensi (informasi) kembali pada level amplitudo yang setara dengan frekuensi rendahnya. Seperti diketahui, untuk menekan noise, pada pemancar dilakukan preemphasis dimana level amplitudo frekuensi tinggi dari intelejen frekuensi dinaikkan.
- AFC (Automatic Frequency Control): Rangkaian ini berfungsi mengontrol kestabilan frekuensi osilator lokal. Ini dibutuhkan karena ketidak stabilan frekuensi lokal osilator menyebabkan penyimpangan penerimaan frekuensi pembawa.
- Penguat Audio (AF Amplifier) : rangkaian yang berfungsi menguatkan sinyal audio (informasi) agar memiliki daya yang cukup kuat untuk menggerakkan beban loudspeaker.
- Loudspeaker: tranduser yang berfungsi untuk mengubah sinyal-sinyal listrik audio menjadi sinyal suara akustik yang dapat didengar.
Menjelaskan prinsip kerja radio penerima AM
Semua sistem
komunikasi, baik itu dari radio,televise,maupun yang lainnya terdiri atas dua
bagian dasar:pesawat pemancar dan pesawat penerima. Pesawat pemancar berfungsi
membangkitkan dan meradiasikan suatu informasi melalui suatu gelombang
elektromagnetik.Kecepatan gelombang elektromagnetik sama dengan kecepatan
cahaya yaitu sebesar 300.000 km/detik dan dinamakan gelombang pembawa (carrier
wave) informasi. Pesawat penerima menangkap salah satu gelombang radio yang
spesifik dari sejumlah gelombang yang ada di udara pada saat itu dan
mengolahnya menjadi suatu informasi yang dapat dimengerti.
Suatu sistem
pesawat penerima yang dikembangkan, yaitu pesawat penerima super heterodyne, dapat dipergunakan baik dalam sistem penerima
radio maupun televisi.
Pesawat
penerima super heterodyne prinsip bekerjanya sebagai berikut:
- Informasi bersama gelombang pembawanya (RF) yang datang pada antena, diseleksi oleh rangkaian penala sampai didapat suatu sinyal RF tertentu yang kemudian dicampur (dikonversikan) dengan satu sinyal RF yang berasal dari osilator yang ada pada pesawat penerima sendiri.
- Pencampuran kedua sinyal RF tersebut akan menghasilkan suatu sinyal selisih dari kedua sinyal tersebut, yang biasanya disebut sinyal frekuensi menengah (IF).
- Pada sistem penerima radio AM besar frekuensi menengah (IF) umumnya 455 kHz.
- Oleh karena frekuensi osilator local bervariasi pada waktu rangkaian penala divariasikan, maka selisih frekuensinya akan konstan sebesar frekuensi menengah tersebut.
Pencampuran ini mempunyai keuntungan sebagai
berikut:
(1)
Kekerasan hasil penguatan mempunyai harga yang
lebih tinggi karena IF mempunyai frekuensi yang lebih rendah dari RF.
(2)
Amplifier IF dapat dirancang untuk suatu frekuensi
yang spesifik, misalnya 455 kHz untuk setiap penerima radio AM.
(3)
Hanya ada dua penala yaitu rangkaian penala RF dan
osilator local.
Sistem super
heterodyne mempunyai kelemahan, yaitu adanya efek frekuensi bayangan.
Walaupun IF sudah merupakan frekuensi selisih dari RF dari osilator local,
namun jumlah kedua frekuensi pun muncul pula.
Sistem penerima super heterodyne dapat digambarkan
dengan blok diagram sebagai berikut:
Gambar 1. Diagram Blok Pesawat Penerima AM
Pesawat
penerima radio yang dipelajari sekarang adalah suatu penerima dengan sistem
amplitudo modulasi (AM) yang mempunyai daerah frekuensi 520 kHz – 1630 kHz (577
– 184 meter) yang disebut daerah gelombang menengah (medium wave band = MW).
Penalaan
untuk mendapatkan frekuensi pada daerah MW dilaksanakan oleh kerja sama antena,
RF amplifier, dan osilator lokal. Hasil dari penalaan diberikan ke IF amplifier
yang pada alat praktik merupakan bagian terpisah dari penala. Untuk lebih
memahami prinsip kerja radio super
heterodyne, coba perhatikan diagram blok radio super heterodyne pada gambar
blok diagram penerima super heterodyne.
Kemudian setelah memahi secara blok diagram, pelajari dengan teliti fungsi
setiap bagian, seperti gambar 2 rangkaian Penala dibawah ini:
Sinyal radio
masuk melalui antena dan masuk ke
blok mixer+oscilator. Oscilator berfungsi membangkitkan sinyal dengan frekuensi
455 kHz lebih tinggi dari pada frekuensi sinyal yang masuk melalui antena.
Gambar 2. Rangkaian Penala
Pencampur (mixer) pada gambar rangkaian disamping menjadi satu dengan sinyal
oscilator. Karena sinyal-sinyal itu
berbeda 455 kHz, maka akan membentuk suatu sinyal 455 kHz sebagai hasil
selisih dari dua sinyal tersebut.
![]() |
![]() |
||

Sinyal yang telah diubah menjadi 455 kHz tersebut (sinyal IF) kemudian diperkuat oleh
penguat IF tingkat pertama (IF1) dan penguat IF tingkat kedua (IF2). Dengan
demikian, penguat IF itu hanya akan menguatkan sinyal yang berfungsi 455 kHz.
Gambar 3. Rangkaian
Penguat IF
Gambar 3 dapat
ditunjukan bagian/komponen AGC. Automatic
Gain Control (AGC) berfungsi sebagai pengatur penguatan tegangan (gain) dari
penguat IF1 sedemikian rupa, sehingga penguatan ditambah pada sinyal-sinyal
masuk yang lemah dikurangi pada sinyal-sinyal masuk yang kuat. Dengan demikian,
akan didapatkan suatu penguatan yang konstan untuk sinyal yang berbeda-beda
intensitasnya.
Rangkaian detektor,digambarkan seperti gambar 4 rangkaian disamping dengan
detektor dioda. Gulungan primer transformator IF (T3) menerima sinyal IF
termodulir dari penguat IF terakhir, dan gulungan ini merupakan beban impedansi
untuk transistor penguat
Gambar 4. Rangkaian Detektor
Sinyal IF
dalam setiap siklus akan mengalir melalui gulungan sekunder yang selanjutnya sinyal ini diratakan oleh dioda,
karena prinsip kerja diode sebagai komponen perata.
Sinyal audio
akan diperoleh karena pada rangkaian detector juga dilengkapi kondenstor filter
detector nilainya 0.01-0.05 uF
Gambar 5. Rangkaian Audio Amplifier
Rangkaian audio
amplifier pada pesawat ini terdiri atas empat buah penguat (TR D734) sampai
dengan TR B698) dan berfungsi memperkuat sinyal informasi hasil dari rangkaian
detektor. Kekerasan suara dapat diatur dengan mengubah kedudukan VR 5k yang
berfungsi sebagai volume control.